SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Wednesday, December 23, 2015

Profil Pengusaha Muda Djemi Lassa

Share it Please

Masa kecil pengusaha satu ini memang berat. Djemi Lassa berkesempatan menceritakan kisahnya. Melalui satu wawancara ekslusip Pos Kupang. Dia adalah anak seorang pengusaha. Sayangnya, sang ayah sebagai kepala keluarga harus menanggung bangkrut. Ini membuat nasib Djemi sebagai salah satu yang tertua di keluarga. Putra kedua pasangan Alexander Lassa dan Ny. Domina Julianan Ang ini, akhirnya ikutan bekerja.

Nyemplung mengerjakan aneka macam pekerjaan. Dia bahkan tidak punya masa kecil. Dalam ingatan itu cuma masa kecilnya tidak terlalu menyenangkan. Jangan salah, meski tidak terlalu menyenangkan, Djemi mengaku ini sangat menyenangkan. Ia membentuk karakter itu sendiri. Lewat aneka pekerjaan dari berjualan kue, mendorong kereta, dan membuat batako.

Ini merupakan palajaran seorang Djemi Lassa sampai sekarang. Dia menjadi sosok pengusaha yang tangguh. Siapa sih yang tak mengenal pengusaha komputer bekas asal Kupang ini. Pendiri Timorese Group, yang beralamat di Jalan Tom Pello- Kupang, memulai dari bisnis komputer bekas menjadi aneka lini bisnis. Kisah sukses orang berbeda- beda. Ada yang harus bekerja sangat keras sepertihal Djemi dulu.

"Masa kecil saya tidak terlalu bagus. Dalam arti begini, waktu itu papa saya memiliki usaha, tapi bangkrut. Jadi saya ikut kerja membantu keluarga," buka Djemi.

Sebagai anak kedua dari enam bersaudara, membuat Djemi kecil jadi ikut menanggung beban keluarga. Dia tidak mengeluh. Semua dijalaninya sebagai anak berbakti kepada orang tua. Apa pekerjaan Djemi kecil itu berganti- ganti. Kebanyakan ikut membantu usaha kedua orang tuanya. Ayahnya akhirnya menjadi petani dan tukang kayu, dan Djemi siap membantu sang papa sebisanya.

Hidup perjuangan


Papa Djemi bekerja menjadi pencari pohon untuk ditebang diambil kayunya. Tak jarang, ia ikut membantu angkat- angkat kayu. Djemi kecil juga membantu memikul beberapa potong kayu. Dipikulnya itu dibawa ke pinggiran hutan atau tidak jarang sampai pinggiran jalan. "Anda bisa bayangkan, saya memikul kayu di hutan, jalan jauh bahkan mungkin berkilo- kilo meter," tuturnya. Selepas itu truk akan mengangkut kayu- kayu tersebut.

Dia bercerita karena pekerjaan itu. Djemi pernah sekali terkena malaria karena tinggal satu bulan di pelosok. Ya banyak hal dilaluinya ketika membantu keluarga. Hal lain, dia sering ikut membantu mengusir burung- burung di sawah.

Dia pernah berjualan kue keliling kampung. Djemi berkeliling kampung menawarkan kue bikinan sang ibu ke rumah- rumah. Berjalan kaki beberapa kali Djemi akan berhenti. Dia selalu berharap si empunya rumah akan membeli dagangannya. Berjualan kue dilakukan sejak kelas IV SD sampai SMP. Menyambung saat masuk bangku SMA. Pekerjaan menjual kue dilakukan pukul 05:00- 06:00 Wita dan disambung ke sekolah.

"Jualan sampai jam 06.30Wita. Setelah itu kembali ke rumah karena harus sekolah. Nah pulang sekolah jual lagi," tambah Djemi.

Dia juga pernah bekerja membuat batako. Pekerjaan ini cuma menghasilkan Rp.100 setiap batako yang bisa dihasilkan.

Sejak kelas II sampai III SMA, Djemi punya cita- cita menjadi dokter. Cuma akhirnya kandas kerena dia paham betul keadaan keluarga. Dia mulai berpikir akan mustahil kalau menjadi dokter. Mama pasti tidak mengijinkan karena ekomoni keluarga. Karena mama cuma ibu rumah tangga biasa, yang membantu suami lewat membuat aneka kripik dan kue. Kebetulan sang mama memang jago memasak.

Tidak bisa menjadi dokter bukan berarti tidak berkuliah. Pada akhirnya Djemi bisa berkuliah semua berkat beasiswa. Waktu itu ia diterima di Universitas Petra Surabaya jurusan teknik sipil. Masuk di tahun 1996, ia melewati serangkaian test dan mendapat beasiswa penuh. Meski beasiswa penuh ternyata tidak mencangkup biaya makan. Alhasil, meski kuliah gratis, Djemi harus memutar otak agar bisa makan dan minum.

"Nah, uang makan minum ini dari mana, saya sempat bingung juga karena saat itu ekonomi keluarga kami belum membaik. Tapi saya tetap kuliah, meski setengah mati, mama tetap mengirimkan saya uang Rp 150 ribu perbulan, itu untuk uang penginapan dan makan- minum," kenang Djemi lagi.

Karena itulah pola pikir Djemi berbalik arah. Dia berpikir bagaimana bisa menjadi seorang pengusaha. Jika teman- teman sudah punya masa depan jelas. Selepas menjadi insinyur mereka akan langsung bekerja di kontraktor besar. Dimana mereka berencana akan mengerjakan proyek- proyek pemerintah. Djemi tidak bisa begitu keadaanya.

Hingga di tahun 1997- 1999, ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia, sang dosen sempat berpesan agar dia bersiap menjadi pebisnis. Pelajarilah aneka jenis strategi bisnis dan rangkumlah. Ketika itu ia tengah mengerjakan tugas akhir bertema manajemen proyek. Mengikuti saran mulailah dipelajarinya bisnis ritel, konsultan, bisnis kontraktor. Dia lantas berkesimpulan bahwa dirinya telah salah jurusan.

Menurut pemahaman kami: maksudnya ialah sang dosen telah membaca arah. Dia telah melihat bahwa bisnis kontraktor sulit dimasa tersebut. Untung, ketika kuliah berjalan, Djemi sempat mengerjakan bisnis seriusnya yang pertama. Sebelum skripis, ketika pulang kampung ke Kupang naik kapal laut, ia sempat membaca satu iklan di salah satu koran. Yakni iklan seseorang yang menawarkan komputer bekas seharga Rp.1 juta.

"Saya berpikir, wah... ini komputer kayaknya bisa dijual di Kupang," jelasnya.

Djemi lantas meminjam uang kepada kakaknya. Uang tersebut cuma cukup dibelikan satu buah komputer bekas. "...jadi saya beli satu unit dan bawa ke Kupang. Di Kupang saya tawarkan kepada kawan-kawan, "hai mau komputer"," ujar Djemi menirukan. Dia ingat betul sambutan dari teman- temanya ternyata positif. Padahal ketika itu harga jual komputer bekas itu menjadi Rp.2 juta.

Masalah utama berbisnis komputer bekas ada di jarak. Dia menjelaskan bahwa stok komputer diambil dari Surabaya. Untuk menghemat biaya, Djemi sendiri berangkat ke Surabaya, dipanggulnya semua komputer- komputer tersebut sendiri. Dia memanggul sendiri menaiki kapal Dobonsolo.

"Saya sendiri yang beli di Surabaya, saya yang pikir sendiri di kapal dan bawa sampai di Kupang. Anda bayangkan, saya pikul komputer ini dalam dos-dos bekas," jelasnya.

Pertama kali memesan dua- tiga unit. Lama- kelamaan naik sampai memesan lima- enam unit. Hasilnya komputer bekas itu menumpuk. Mau- tidak mau Djemi menyewa rumah untuk gudang penyimpanan. Jadilah menyewa rumah di RSS Liliba No D 47.  Sekembali dari Surabaya dibawa lagi 10 unit. Begitu jualan laku, uangnya langsung digunakan untuk memasang iklan. Waktu itu memang masih jarang orang memasang iklan di koran.

Waktu itu iklan di koran masih belum ramai. Iklan di Pos Kupang juga belum ada yang berjualan komputer bekas. Djemi menjadi yang pertama berjualan komputer bekas di koran. Beriklan di koran ternyata cukup sulit. Sambil menjual komputer bekas sambil mengumpulkan uang. Terkumpul uang 20 juta itu setengah mati langsung digunakan kontrak iklan. Selepas itu mengumpulkan uang Rp.20 juta lagi dan harus keluar lagi buat sewa tempat.

"Waktu saya lihat iklan ada di gedung Percetakan Negara mau di kontrakan Rp 20 juta. Saya punya uang hanya Rp 20 juta, saya sudah tabung setengah mati dan harus kasih keluar lagi," ujarnya.

Uang tersebut cuma berputar- putar untuk bisnis kembali. Dia tidak mau uangnya habis untuk hal- hal tidak berguna. Djemi langsung menggunakan lagi. Begitu seterusnya menjadi pondasi bisnis. Kalau tidak menyewa tempat sendiri maka tidak akan maju. Kalau tidak beriklan di Percetakan Negara ya tidak bisa menjual lebih banyak. Dikontraklah satu rumah -dua kamar selama dua tahun. Dia mulai berjualan komputer bekas lambat laun menjadi komputer baru.

Dia kontrak iklan di Percetakan Negara selama tujuh tahun sejak 2002. "Kita baru keluar dari situ tahun 2009 lalu," ujar Djemi.

Bisnis onderdil


Jujur dia tidak paham soal komputer. Cuma satu prinsip bisnis komputer bekas: bisnis ini pasti laku dan bisa dipelajari sendiri. Semasa kuliah juga tidak memegang komputer. Tapi Djemi punya semangat belajar komputer. Dia tidak malu belajar sendiri. Sampai- sampai harus meminjam komputer milik orang. Dia belajar secara otodidak. Kendati sukses berbisnis, tidak membuat suami Eliyana Wirawan ini, tak lantas jadi besar kepala.

Dia ingat betul kisah perjalanan hidupnya. Ini merupakan anugrah Tuhan YME. Tetap rendah hati dan bicara sopan santun selalu keluar dari mulutnya. "Praise the Lord, usaha yang saya bangun berkembang," ucap syukur Djemi. Tahun 2002, seorang pengusaha asal Surabaya datang kepadanya. Dia punya masalah dan ia berharap Djemi bisa membantu. Cabang perusahaan di Kupang milik pengusaha itu tengah mengalami masalah.

Cuma di Kupang saja yang ada kendala luar biasa. Usaha bernama Busi Deso lantas diserahkan kepada Djemi. Maksudnya bagaimana jika dirinya menjadi distributor. Perusahaan spare part sepeda motor ini mencoba menawarkan kerja sama. Secara Djemi merupakan pengusaha putra asli Kupang. "Awalnya saya ragu, tapi saya diyakinkan prospek usaha ini," jelasnya.

Awal usaha menjadi distributor memang susah. Tetapi ketika kamu sudah punya pemasaran yang baik, ia pun melanjutkan, ini menghasilkan dan bisa maju pesat. Pokoknya Djemi tetap optimis menjadi distributor. Awal- awal diambilah distributor Denso, pada enam bulan kemudian, datang tawaran menjadi distributor SKF. Ini ternyata berjalan sangat baik. Dia menjadi distributor produk bering atau leher. Jelasnya produk untuk bagian as roda.

Informasi tambahan bahwa SKF ini digunakan semua motor. SKF juga menyediakan onderdil after market atau setelah lepas dari pabrikan. Ini menjadi onderdil wajibnya toko- toko onderdil motor. Setelah pegang merek SKF, tawaran produk lain mudah berdatangan. Bahkan jika umumnya produk besar meminta deposit sebelum menjadi distributor. Ini, mereka tidak meminta sama sekali. Semua karena saking besar percayanya mereka.

Dari Denso, menjadikan Djemi distributor spare- part terpercaya aneka busi motor, mobil, dan komponen elektrik lain. Kemudian mendapatkan kepercayaan dari SKF, yang disusul oleh distributor MTR dan di tahun 2007 remsi menjadi distributor ban merek Mizzle asal Swiss. Bisnis SKF berjalan lama mulai di tahun 2004 sampai 2009. Di tahun 2005, pengusaha ini mendapat kepercayaan menjadi servis resmi printer Cannon data skrip Jakarta.

Usaha aneka distributor tak melengahkan. Dia masih fokus di bisnis komputer miliknya. Untuk itulah, selepas segala kesibukan distributor, pada 2005 dibuka lah cabang pertama bisnis miliknya. Dibawah bender baru yaitu perusahaan bernama Petra Gemilang. Cabang pertama dibuka di Jalan WJ Lalamentik. "Saya bikin dengan konsep berbeda sedikit dengan nama menggunakan nama Petra Komputer," ujarnya.

Kedua usaha Djemi itu berjalan beriringan sejalan. Tahun 2006- 2007, selaku distributor bisa mendapatkan kepercayaan menjualkan ban Wizzle. Meski di Kupang sendiri ban Wizzle telah menjamur. Secara resmi dirinya lah yang mendapatkan hak distributor tunggal. Meski mereka lebih dulu ada, toh faktanya, hanya Djemi yang akhirnya paling dipercaya oleh perusahaan asal Swiss tersebut. Ini berkat brand yang dibangun sejak lama.

Tahun 2009, ia mulai berjualan Vision Notebook di Jalan Lalametik. Dimana ia mampu menjual 100 unit notebook tersebut dalam satu bulan. Luar biasa memang pengusaha muda satu ini bekerja. Dari penjualan tersebut dari menyewa tempat, Djemi bisa membeli roko tersebut, dan akhirnya memiliki ruko sendiri yang ditempatinya sajak 2008. Ketika kita melihat latar belakangn, maka banyak orang tidak akan menyangka ini hasilnya.

Dia sendiri tak menyadari bisnisnya begitu besar. Mungkin jikalau dilihari dari orang luar memang besar, tapi dirasanya hanya sebuah kenikmatan dan kesenangan. Semua dijalaninya mengikuti alur membawa arah hidup Djemi Lassa. Banyak orang berkontribusi bagi berdirinya Timorese Group. Ia mengakui hal tersebut. Selain pegawai adapula sosok istrinya yang selalu mendukung. Papah satu orang anak ini kini menjadi distributor tunggal Cannon di NTT.

Mengenang kisah cintanya ketika masa remaja. Ketika remaja dia masih berjualan kue. Bahkan oleh teman- teman Djemi dipanggil "Djemi si Penjual Kue. Nama panggilan yang membuatnya sangat minder, apalagi jika diucapkan dihadapan cewek yang dianggapnya cantik.

"Omong jual kue gini, masa- masa umur kita 13-14 tahun itu masa puber. Jadi malu setengah mati, apalagi ketemu kawan nona. Tapi saya berusaha tidak malu, seperti tadi saya bilang ini proses yang Tuhan izinkan untuk saya melawan rasa malu yang luar biasa," jelasnya.

Djemi tak pernah malu berjualan kue. Ada alasan menyentuh dibalik itu semua. Kenapa mau berjualan kue, karena rasa hormat dan keinginan sang mama untuk menjualkan kue tersebut. Tidak ada kiat khusus soal berjualan kue ini. Hanya harus siap menahan rasa malu apalagi didepan cewek. Dia modal nekat cuma ingat kata mama, "mama saya bilang saya harus jual kue. Jadi saya juga harus jual kue, jadi rasa malu itu saya lawan sendiri."

Djemi mensyukuri pengalaman menjual kue tersebut. Inilah menjadi tempatnya menempa mental pengusaha. Kalau bertemu beberap teman, sosok Djemi Lassa masih dikenal sebagai si penjual kue. Dia yang pemalu ketika ketauan tengah berjualan. Dia yang malu- malu ketika bertemu cewek di sekolahnya. Djemi masih sama ketika dia bertemu teman- teman di sekolahnya.

No comments:

Post a Comment

KAMPUS

IT